A. PENDAHULUAN
Bergulirnya masa reformasi pada tahun 1998 telah banyak membuat perubahan khusunya dalam sistem Lembaga Negara. Perkembangan proses reformasi terhadap elemen substantif dan structural telah mengalami proses perubahan yang signifikan, yang utamanya mengarah pada bidang-bidang hokum yang mengatur elemen-elemen strategis dalam kehidupan demokrasi seperti perundang-undangan di bidang politik .
Dalam kekuasaan dan pelembagaan yudikatif memunculkan Mahkamah Konstitusi dan komisi Yudisial yang memperkuat kekuasaan yudikatif disamping mahkamah Agung beserta badan-badan peradilan yang bernaung dibawahnya. Mahkamah Konstitusi keberadaannya di jamin oleh pasal 24 ayat (2) dan pasal 24 c Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen dan kemudian diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sedangkan Komisi Yudisial keberadaannya dijamin oleh pasal 24 b undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen dan kemudian diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Dalam ruang lingkup hubungan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memiliki tendensi yang erat dalam menegakkan sistem hukum yang lebih baik terutama dalam bidang Kekuasaan Kehakiman, karena dapat diketahui secara umum setelah pasca reformasi lembaga –lembaga hukum di Indonesia sangat di soroti secara negative oleh masyarakat. Sejalan dengan ketentuan tersebut diatas maka salah satu prinsip Negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Walaupun dari sejak berdirinya, Indonesia tidak menganut teori pemisahan kekuasaan, akan tetapi dalam konstitusi-konstitusi yang berlaku dan pernah berlaku telah dianut adanya kekuasaan kehakiman yang terpisah dari kekuasaan-kekuasaan lain. Seperti diketahui, sejak berdirinya Negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah berlaku:
1. UUD 1945
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949
3. UUD S 1950
4. UUD 1945 Amandemen
Bagaimanakah Pola Hubungan Antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945?
C. PEMBAHASAN
KY merupakan organ yang pengaturannya ditempatkan dalam Bab IX Kekuasaan Kehakiman, dengan mana terlihat bahwa MA diatur dalam Pasal 24A, KY diatur dalam Pasal 24A Ayat (3) dan Pasal 24B, dan MK diatur dalam Pasal 24C. Pengaturan yang demikian sekaligus menunjukkan bahwa menurut UUD 1945 KY berada dalam ruang lingkup kekuasaan kehakiman, meskipun bukan pelaku kekuasaan kehakiman. Pasal 24A Ayat (3) UUD 1945 berbunyi, "Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisal kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden”. Pengaturan yang demikian menunjukkan keberadaan KY dalam sistem ketatanegaraan adalah terkait dengan MA. Akan tetapi, Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 telah menegaskan bahwa KY bukan merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman, melainkan sebagai supporting element atau state auxiliary. Oleh karena itu, sesuai dengan jiwa (spirit) konstitusi dimaksud, prinsip checks and balances tidak benar jika diterapkan dalam pola hubungan internal kekuasaan kehakiman. Karena, hubungan checks and balances tidak dapat berlangsung antara MA sebagai principal organ dengan KY sebagai auxiliary organ. KY bukanlah pelaksana kekuasaan kehakiman, melainkan sebagai supporting element dalam rangka mendukung kekuasaan kehakiman yang merdeka, bersih, dan berwibawa, meskipun untuk melaksanakan tugasnya tersebut, KY sendiri pun bersifat mandiri.
Dalam perspektif yang demikian, hubungan antara KY s ebagai supporting organ dan MA sebagai main organ dalam bidang pengawasan perilaku hakim seharusnya lebih tepa t dipahami sebagai hubungan kemitraan (partnership) tanpa mengganggu kemandirian masing-masing, Kemudian dalam Pasal 20 dalam undang-undang yang sama, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan wewenang tersebut Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
Diantara yang tersebut sebelumnya KY dan MA juga memiliki beberapa hubungan yang saling keterkaitan diantaranya,yaitu :
1. Hubungan kewibawaan yang formal
Hubungan kewibawaan formal adalah hubungan kelembagaan antara MA dan KY dalam menjalankan amanat Pasal 24A Ayat (3) UUD 1945 (Hasil Perubahan Ketiga) yaitu Pengusulan pengangkatan hakim agung di Mahkamah Agung oleh Komisi Yudisial.
2. Hubungan Kemitraan (Partnership)
Hubungan kemitraan (partnership).adalah hubungan kerjasama antara MA dan KY dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua lembaga tersebut memiliki fungsi yang sama namun pada ruang lingkup yang berbeda, bahwa MA memiliki wewenang dalam sistem pengawasan secara internal sedangkan KY memilki wewenang dalam sistem pegawasan secara eksternal.
a. Sistem pengawasan secara internal yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung :
1. Mengawasi penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.
2. Mengawasi tingkah laku dan perbuatan para hakim di semua linkungan peradilan dalam enjalankan tugasnya.
3. Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan tekhnis peradilan dari semua lingkungan peradilan.
4. Memberi petunjuk, teguran atau peringatan yang dipandang perlu kepada pengadilan di semua lingkingan peradilan.
b. Sistem pengawasan secara eksternal yang menjadi tanggung jawab Komisi Yudisial :
1. Menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim;
2. Meminta laporan secra berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim;
3. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim;
4. Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim;
D. PENUTUP
Kebebasan kekuasaan kehakiman dalam konteks mewujudkan peradilan mandiri tidak hanya menyatu pada pembinaan dan pengawasan, tapi juga dimaksudkan untuk memandirikan Hakim dan lembaga Mahkamah Agung. Secara organisatoris MA dan lingkungan peradilan lainnya harus dibebaskan dan dilepaskan dari segala intervensi dan pengaruh kekuasaan negara lainnya dan hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman tidak boleh menundukkan diri pada visi dan kepentingan politik pemerintah.
Dikaitkan dengan fngsi pengawasan perilaku hakim, kehadiran Komisi Yudisial yang merupakan lembaga independen dan terpisah dari Mahkamah Agung dapat memperjelas adanya institusi yang menjalankan fungsi pengawasan eksternal. Pelaksanaan pengawasan secara eksternal dan internal harus dalam kerjasama yang erat, sehingga konsepsi checks and balances tidak dapat diterapkan dalam lingkup internal kekuasaan kehakiman. Selain itu, yang menjadi objek pengawasan eksternal adalah perilaku hakim dan bukan pengawasan terhadap MA dan badan-badan peradilan di bawahnya sebagai institusi. Justru antara MA dan KY harus bekerja secara erat dalam konsep kemitraan atau partnership.
Hubungan kemitraan atau partnership antara MA dan KY , Yitu untuk merekrut dan mengusulkan pengangkatan hakim agung , yang menurut Pasal 24A Ayat (2) UUD 1945 dipersyaratkan harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
E. REFERENSI
Teguh Satya Bakhti,”Pola HUbungan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial menurut Amandemen UUD 1945”
Aulia A. Rachman,”Hubungan Kelembagaan MA,MK dan KY (suara karya online)"
Prim Fahrur Razi,”Sengketa Kewenangan Pengawasan Antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial”.Tesis Pasca Sarjana Universitas Diponegoro ,Semarang ,2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar